Kenalan dengan Konsep Patron

Kamu mungkin sudah pernah mendengar istilah patron atau patronasi (patronage) sebelumnya. Jika kita mendengar kata patron mungkin akan ada banyak hal yang muncul di pikiran kita dari J.K. Rowling hingga Renaisans. Oleh karena itu mari kita bahas apa itu konsep Patron.

Apa itu Patron?

Istilah patron banyak digunakan di beberapa bidang, dari seni, politik, kemaritiman, komersial hingga bidang etno-budaya. Secara etimologi kata patron sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, berasal dari bahasa latín patrónus (bagi para penggemar Harry Potter kata ini mungkin sudah tidak asing lagi) yang berarti “ayah” atau “orang yang memberikan manfaat atau keuntungan kepada klien” yang kemudian diserap oleh beberapa bahasa di Eropa seperti patrono di Italia dan patron dalam bahasa Inggris. Secara umum istilah patron atau patronasi adalah dukungan, dorongan, hak istimewa, atau bantuan keuangan yang diberikan oleh organisasi atau individu kepada orang lain. Di era Renaisans patron memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan seni. Penguasa, bangsawan dan orang-orang kaya menjadi patron seni untuk mendukung ambisi politik, posisi sosial, dan prestise mereka. Secara garis besar patron berperan sebagai sponsor bagi para seniman. Hubungan antara para patron dengan yang mereka sponsori biasa disebut dengan hubungan patron-klien (patron-client relation).

Patron pada Masa Lalu

Konsep patron sudah muncul jauh sebelum era Renaisans di Eropa (abad 14 – 17). Di awal kemunculan peradaban manusia, para raja dan penakluk menjadi patron seni untuk meningkatkan prestise mereka dan menjadi tanda bagi kekuatan mereka. Bangsa Romawi kuno mengenal konsep patron dengan clientela. Dari dunia kuno dan seterusnya, konsep patron dikenal dengan sangat terperinci sehubungan dengan Eropa abad pertengahan dan Renaisans, meskipun konsep patron juga dapat ditelusuri pada era feodal di Jepang, kerajaan tradisional Asia Tenggara, dan tentu saja di Indonesia. Raden Saleh, seorang pelukis sekaligus pelopor seni modern di Indonesia memiliki seorang patron yang kemudian membiayai studinya ke Belanda pada waktu itu. Kemudian ada Bung Karno, presiden pertama Indonesia, yang merupakan seorang patron seni. Di samping sebagai kolektor lukisan, Sukarno-lah yang mendorong hidup dan berkembangnya seni rupa Indonesia khususnya pada masa penjajahan Jepang. Walaupun konsep patron memiliki kaitan erat dengan seniman dan karya seni, bidang lain pun banyak mendapatkan keuntungan dari konsep patron ini seperti sains, musik, penulis, filsafat, astrologi, politik, dan bidang lainnya. Galileo seorang astronom memiliki patron yang kemudian mendukung kariernya di bidang matematika dan astronomi. Sangat sulit untuk secara pasti menentukan kapan konsep patron ini lahir. Cicero, seorang senator dan filsuf Romawi, berpikir bahwa sebenarnya clientela di Romawi dibawa oleh pendiri Romawi itu sendiri yaitu Romulus. Konsep patron cenderung muncul di mana pun sistem kerajaan atau kekaisaran dan aristokrasi mendominasi masyarakat.

Patron pada Masa Kini

Salah satu perubahan mencolok dari konsep patron ketika berevolusi ke era modern yaitu konsep patron menjadi lebih terfokus kepada kelompok individu yang lebih besar daripada individu tunggal atau organisasi yang bertindak sebagai patron. Hal ini merupakan salah satu perubahan dalam konsep patron dari era Renaisans ke era modern. Hari ini internet memungkinkan setiap orang dengan komputer yang terhubung ke internet untuk dapat membuat koneksi dengan orang lain secara harfiah di seluruh Dunia. Trakteer menyediakan platform ini bagi para seniman, kreator, dan influencer. Trakteer didedikasikan untuk terciptanya karya-karya dengan dukungan dari sahabat, teman, keluarga, bahkan orang yang tidak kita kenal sekalipun di internet. Ini membuka banyak peluang bagi seorang seniman, kreator, atau influencer untuk menciptakan karya bagi konsumen. Seniman, kreator, dan influencer, melalui Trakteer, telah dapat kembali ke tradisi nenek moyang spiritual mereka di era Renaisans. Seorang patron hari ini memiliki peran yang sama persis seperti berabad-abad yang lalu, memberikan dukungan sebagai imbalan atas karya yang dijanjikan.

end.

Sebuah pesan dari TE Adams bagi para seniman atau mereka yang beraspirasi menjadi seorang seniman. “Internet sebagai platform untuk artis yang sedang tumbuh dapat menjadi media yang sulit untuk bisa bertahan. Internet bertindak sebagai saringan, mereka yang terjaring akan bertahan lebih lama daripada yang jatuh melewati celah. Audiens yang terus berkembang bisa didapatkan oleh seorang seniman yang mengetahui apa yang diinginkan oleh penonton dan keterampilan untuk bisa mencapainya. Untuk mencapai ini, yang dibutuhkan adalah seperangkat keterampilan yang terus diasah yang pada gilirannya nanti akan menjangkau basis audiens yang terus tumbuh. Yang juga dibutuhkan adalah keterampilan jejaring sosial untuk mendatangkan audiens itu sendiri”.

#SelaluBerkarya